Author : @Rinchann07
or Hanazuka Rin
Judul : My Everything
Cast :
·
Lee
Donghae
·
Park Min
Rin
Annyeong yeorobun…..
huaaaaah, akhirnya TO selesai … dan pastinya UAS menunggu, hehehehe. Aku
kembali lagi membawa FF aneh seperti biasanya , sejujurnya ini FF aku
peersembahkan untuk Appa-ku yang waktu tanggal 11 Maret ulang tahun .
Saengil chukkahamnida
saengil chukkahamnida
saranghaeneun Nae Sarang Appa
Saengil chukkahamnida …..
saengil chukkahamnida
saranghaeneun Nae Sarang Appa
Saengil chukkahamnida …..
Ok sekian saya
menyanyi dengan suara indah(?) ku , HAPPY READING !!!
***
“ APPA JAHAT, KAU SELALU TAK PEDULI DAN MENGERTI AKU !! “
kalimat itu terlontar begitu saja dari mulut seorang yeoja, dadanya naik turun
menahan amarahnya, sedangkan Appa-nya hanya bisa menghela nafas atas perkataan
yeoja tadi—anak kandungnya sendiri. yeoja itu pun segera berlari menjauh dari
rumahnya tak peduli Appa-nya memanggil-manggil yeoja itu .
Yeoja itu terus berlari sesembari mengusap air matanya yang
terus mengalir “ bagaimana bisa Appa memaksaku begitu keras ? seandainya Umma
masih ada “ rutuk yeoja itu dan terus berlari hingga ke sebuah pemakaman.
Yeoja itu berjalan pelan, sesekali menghirup oksigen dan
menghembuskannya, dia pun menghampiri sebuah nisan yang tak asing lagi
untuknya—akhir-akhir ini yeoja itu datang dengan menangis kemudian mengusap
nisan itu dan terus bergumam ‘ kembalilah Umma ‘ . hingga malam yeoja itu baru
pulang dan selalu di marahi oleh Appa-nya sendiri.
“ Umma, Appa jahat “ kata-kata itu lagi-lagi terlontar tak
sengaja dari mulut yeoja itu. di
seberang sana, tak jauh dari yeoja itu berada, seorang namja yang menatapnya
daritadi mendengar semua perkataan yeoja
itu dan menghampirinya.
“ janganlah seperti itu dengan Appa-mu sendiri “ balas namja
itu membuat yeoja itu memutar kepalanya dan melihat namja di sebelahnya
tersenyum menatap ke dalam mata yeoja itu. yeoja itu hanya terdiam menatap
namja itu—tampan itulah yang terlintas di pikirannya pertama kali melihatnya.
Dia pun segera menggelengkan kepalanya dan bersikap ketus “ apa peduli mu ? “
“ aku hanya mengingatkanmu, aku takut kau akan menyesal “
jelas namja itu sekali lagi dengan senyum manisnya. “ perkenalkan namaku Lee
Donghae imnida “ sahut namja itu mengulurkan tangannya—menatap yeoja itu dengan
tatapan bersahabat.
“ Park Min Rin, Min Rin imnida “ sahut yeoja yang bernama
Min Rin itu sedikit gugup. Donghae pun tersenyum melihat balasan uluran tangan
Min Rin.
“ kajja kita pergi “ Donghae pun menarik tangan Min Rin
tanpa persetujuan dari sang pemilik—mereka pun pergi menjauh dari pemakaman.
***
Yeoja itu terlihat mondar-mandir di depan pintu kamarnya
sesekali mengintip di balik pintunya. “ aisssh~ kapan Appa pergi dari sana, uda tau aku mau pergi “
desis yeoja itu sedikit menghentakkan kakinya kesal.
“ Park Min Rin, Min Rin-ah “ yeoja yang di panggil Min Rin
pun menoleh ke arah jendela, di wajahnya terukir seulas senyuman manis melihat
kedatangan namja itu lagi.
“ aissh kenapa kau datang ke sini Donghae-ya? “ tersirat
nada khawatir sekaligus senang di dalam perkataan Min Rin. “ heheheh, aku tau
kau tidak ingin bertengkar dengan Appa-mu kan lebih baik kau ikut denganku ! “
ajak namja yang bernama Donghae itu menarik tangan Min Rin untuk keluar
diam-diam melalui jendela tempat Donghae masuk
Selang beberapa menit kemudian, di sebuah tempat yang penuh
dengan orang lalu lalang untuk berbelanja. “ Appa-mu suka sayuran , bagaimana
dengan wortel ? “ tanya namja itu menatap Min Rin penuh minat
“ aku tidak tau kesukaannya, kami dari dulu tidak begitu
dekat lagipula aku tidak bisa memasak “ balas Min Rin menunduk sedangkan
tangannya memainkan ujung bajunya.
“ aissh~ yeoja itu harusnya bisa memasak, baiklah aku akan
membantumu memasak dan akan membuatkan kejutan untuk Appamu “ saran Donghae
“ bagaimana membuat jjangmyeon, dulu Umma sangat senang
memasak itu “ Min Rin pun menatap Donghae menunggu jawaban darinya . Donghae
pun segera mengangguk setuju. Sedangkan Min Rin menarik tangan Donghae
mendekati grosir sayuran yang segar. Mereka tidak menyadari kalau tatapan aneh
orang-orang di sana terhadap Min Rin yang berbicara sendiri.
KREEEEK
“ bagaimana ? “ desis Donghae sedikit berbisik, Min Rin pun
menyembulkan sedikit kepalanya melihat keadaan rumah. Gelap dan sepi . “ appa
belum pulang, kajja “ Min Rin pun menarik tangan Donghae dan mulailah mereka
menyiapkan rencana mereka.
“ aissh ini bukan kol, dan jangan memotong wortelnya terlalu
tebal “ gemas Donghae sambil menggeleng-gelengkan kepalanya—bisa di bilang
kemampuan memasak Min Rin dengan anak TK hampir setara bahkan untuk mengetahui
nama sayuran Min Rin mesti menunggu lima menit untuk mengingatnya. Tapi Min Rin
sama sekali tidak menggubris ejekan Donghae dan membalasnya dengan
senyuman—sepertinya Min Rin sudah menerima Donghae sebagai temannya
Selang beberapa waktu kemudian mereka menata rapi semuanya
di meja. “ haaaaaaa sudah jadi “ gumam Min Rin menjatuhkan dirinya di kursi
sambil menatap dengan senang hasil masakannya sendiri.
“ gomawo Donghae “ gumam Min Rin melontarkan senyumnya
KREEEK
Min Rin pun menoleh ke arah pintu, dan segera berlari ke
arah pintu untuk menyambut Appa-nya—tidak seperti dulu ketika Appa-nya datang
Min Rin selalu berlari ke kamar dan mengurung dirinya di kamar.
Min Rin menatap Appa-nya riang tapi sangat berbanding
terbalik dengan tatapan Appa-nya . “ Min Rin kau kemana saja HAH ? Appa nggamau
tau jika kamu mau pergi harus minta izin dulu, ARRASEO ? “ bentak Appa Min Rin
penuh dengan penekanan di setiap kata-katanya, sedangkan Min Rin hanya
menundukkan kepalanya—pertahanannya sudah mulai runtuh, air matanya sudah ingin
mengalir keluar begitu saja, tapi tiba-tiba Donghae menepuk pundaknya “ kau
pasti bisa , jangan sia-siakan semuannya “ bisik Donghae
Min Rin pun menarik nafasnya dan memasang wajah cerianya dan
langsung menarik lengan Appa-nya ke meja makan. Tak bisa di pungkiri lengan
Appa-nya begitu kurus dan raut wajahnya yang begitu lelah, mendadak muncul
semua rasa bersalahnya Min Rin yang tak menyadari keadaan Appanya, dia berusaha
menekan semua perasaannya bersalah dan salah pahamnya dalam-dalam dan memasang
wajah cerianya lagi—tak ingin menghancurkan kerja kerasnya .
“ taaraaa,, aku
memasaknya untukmu “ gumam Min Rin merentangkan tangannya—sedikit gugup, Min
Rin terus menatap Appa-nya menunggu respon darinya. Dan tidak sia-sia Appa Min
Rin tersenyum .
“ Aku suka jjangmyeon dulu Umma-mu sering memasaknya kau
ingat bukan ? “ tanya Appa Min Rin menatap mangkok berisi jjangmyeon dengan
perasaan bangga, Min Rin sontak membulatkan matanya heran Appa-nya begitu
berkata lebih panjang dari dugaannya.
“ nee, ini pertama kalinya aku memasak , enak bukan ? “
tanya Min Rin menatap Appa-nya dan berdoa dalam hati semoga Appa-nya bisa
meresponnya lagi tidak hanya dengan senyuman saja tapi dengan kata pujian.
Min Rin pun memejamkan matanya menunggu jawaban Appa-nya “
ini sangat enak, persis dengan buatan Umma-mu, hahaha jika dia masih ada di
sini pasti dia merasa tersaingi “ balas Appa Min Rin menyuapkan beberapa
jjangmyeon ke mulutnya sedangkan Min Rin menatap Appanya dan Donghae bergantian
. tidak bisa di bohongi raut wajah Min Rin sedikit merona merah mendengar kata
Appa-nya.
“ tentu aku kan anak
Umma dan Appa “
Kalimat itu terlontar begitu saja dari mulut Min Rin di
sertai gelak tawanya dan Appa-nya seketika Min Rin terdiam dan menyadari
kata-katanya wajahnya benar-benar padam penuh dengan rona merah—dia tidak sadar
mengucapkan kata-kata yang sangat sulit di ucapkannya sejak dulu.
Suasana hangat dan nyaman menyelimuti mereka. Tak ada
suasana mencekam atau apapun—sangat damai dengan suasana yang penuh dengan
gelak tawa mereka berdua. Sesekali Min Rin tersenyum pada Donghae yang sedang
bersandar di tembok—memperhatikan anak dan ayahnya yang sedang bercengkrama
ria.
“ appa, aku mau mengenalkan aku punya te— “ belum selesai
Min Rin berbicara dia meringis kesakitan sambil memegangi kakinya di injak oleh
Donghae. “ jangan katakan padanya, tidak penting. Lebih baik kau lanjutkan
acara makanmu . aku pergi dulu “ bisik Donghae segera melangkahkan kakinya ke
pintu depan sedangkan Min Rin mendesah pelan dan menatap punggung Donghae yang
makin lama menjauh.
“ gwenchana ? “ tanya Appa-nya heran dengan sikap Min Rin
yang sedikit aneh. Min Rin pun menggeleng dan mereka pun tetap melanjutkan
makan malam yang damai. Tanpa Min Rin sadari dia sama sekali tidak menyadari
hal yang ganjil pada Donghae.
***
Min Rin pun sedikit mengayunkan kencang genggaman tangannya
dan Donghae, sedangkan Donghae meliriknya dengan pandangan bertanya-tanya
“ aku sangat senang, kau tau di sekolah aku membuat karangan
tentang Appa dan mendapat nilai sempurna kau tau . dan hari ini aku akan
menunjukkannya pda Appa “ sahut Min Rin makin mengayunkan dengan senang
genggaman tangannya sedangkan Donghae hanya menatapnya wajah Min Rin lama—tak
ada senyuman indah yang terukir di wajah namja ini.
DRRRRTTT
Min Rin pun segera merogoh tasnya mengambil sebuah ponsel
dan memulai pembicaraannya di ponsel. Terihat raut wajah riang Min Rin pudar
seketika di gantikan oleh wajah khawatir, Min Rin memutuskan sambungannya dan
menatap Ke arah Donghae—belum sempat Min Rin mengatakan apa yang terjadi,
Donghae dengan sigap menarik Min Rin ke sebuah tempat.
“ kau tau ? “ tanya Min Rin menatap Donghae dengan tatapan
menerawang. Donghae pun menghela nafas dan mendorong Min Rin menuju ke arah
pintu rawat pasien .
“ jangan sia-siakan pengorbananmu Min Rin . aku tau kau
pasti bisa. Hantarkanlah semua yang kau pendam selama ini. “ Min Rin pun
berbalik badannya dan menatap Donghae dengan ragu .
“ Jangan ragu, jangan
khawatir aku akan selalu di sampingmu selama kau masih membutuhkanku “ kata-kata
yang begitu halus tapi penuh dengan penekanan membuat semua rasa ragu Min Rin seketika
hilang, Donghae pun membuka kamar pasien dan menekan bahu Min Rin menghantarkan
semua semangatnya kepada yeoja itu.
“ appa “ panggil Min Rin dengan suara parau , Min Rin pun
dengan pelan menghampiri Appanya yang membujur kaku. Appa-nya berbaring lemah
tapi senyum hangatnya tetap meriasi wajahnya.
Min Rin pun mengelus pipi Appa-nya yang masih terjaga dalam
tidurnya menelusuri setiap detail wajah Appa-nya yang kini ia bisa lihat dari
dekat. Betapa bodohnya kenapa dia baru menyadari kasih sayang Appa-nya yang
sangat besar.
Min Rin pun memeluk Appa-nya menghantarkan semua perasaannya,
kasih sayangnya, kesedihannya semuanya yang bisa ia hantarkan kepada Appanya.
Min Rin melepas pelukan Appa-nya dengan enggan dan
menggenggam kertas karangannya yang sedikit kusut, Karena genggamannya yang
terlalu gugup dengan menatap wajah Appa-nya walau belum terbangun—bibir Min Rin
mulai bergerak mengucapkan karangannya.
Ayah ,, Ayah,, Ayah …
tidak bosannya aku memanggilmu namamu berkali-kali
tidak bosannya aku melihat responmu dengan senyumanmu yang hangat
tidak bosannya aku melihatmu berbicara banyak padaku
tidak bosannya aku menatap wajahmu lama
karena sekarang aku baru menyadari
aku sangat beruntung memilikimu Ayah …
tidak bosannya aku memanggilmu namamu berkali-kali
tidak bosannya aku melihat responmu dengan senyumanmu yang hangat
tidak bosannya aku melihatmu berbicara banyak padaku
tidak bosannya aku menatap wajahmu lama
karena sekarang aku baru menyadari
aku sangat beruntung memilikimu Ayah …
Sifatmu yang keras
terkadang membentakku
tapi aku tau itu semua demi kebaikanku sendiri
karena aku tau di balik sifatmu yang tak peduli
di sanalah wujud Ayah sebenarnya
seorang Ayah yang gagah dan tampan
penuh perhatian dan melontarkan senyum hangatmu
senyum hangatmu yang selalu senantiasa menghangatkanku
mencairkan suasana yang tegang dan meringankan beban di bahuku
ayah …
kau berbeda dari yang lain
bagaimana caramu menyampaikan perasaanmu …
siapa yan tidak bahagia mempunyai ayah sepertimu …
terkadang membentakku
tapi aku tau itu semua demi kebaikanku sendiri
karena aku tau di balik sifatmu yang tak peduli
di sanalah wujud Ayah sebenarnya
seorang Ayah yang gagah dan tampan
penuh perhatian dan melontarkan senyum hangatmu
senyum hangatmu yang selalu senantiasa menghangatkanku
mencairkan suasana yang tegang dan meringankan beban di bahuku
ayah …
kau berbeda dari yang lain
bagaimana caramu menyampaikan perasaanmu …
siapa yan tidak bahagia mempunyai ayah sepertimu …
Min Rin pun menghembuskan nafasnya panjang dan menaruh
kertas itu di atas ranjang dan beralih menggenggam tangan Appa-nya dengan
lembut. Sekilas Min Rin melihat Donghae di balik pintu dengan tangan yang
mengepal—memberikan dan membangkitkan semangat Min Rin. Min Rin pun Memejamkan
matanya dan meneruskan kembali karangannya .
Ayah … Ayah …
hatiku tak berhentinya membisikkan kata maaf
kata maaf dan maaf
maaf karena selama ini aku tidak memerhatikanmu
wajahmu yang lesu, lenganmu sedikit kurus—tidak berisi
pulang malam sehabis kerja dan tak ada yang menghiraukanmu
dan anakmu ini membalas semuanya dengan membantah segala perkataanmu
dan melontarkan kata-kata kasar selama ini
maafkan aku , aku tidak menghargai perjuanganmu sebagai ayah.
seandainya ayah mendengarnya, akan kah ayah memaafkan ku ?
aku sangat senang terkadang kau berkata panjang lebar untuk meresponku
tapi sekarang , cukup aku melihat senyum hangatmu
senyum hangat yang melukiskan ketulusanmu
itu sudah membuatku bahagia ayah …
hatiku tak berhentinya membisikkan kata maaf
kata maaf dan maaf
maaf karena selama ini aku tidak memerhatikanmu
wajahmu yang lesu, lenganmu sedikit kurus—tidak berisi
pulang malam sehabis kerja dan tak ada yang menghiraukanmu
dan anakmu ini membalas semuanya dengan membantah segala perkataanmu
dan melontarkan kata-kata kasar selama ini
maafkan aku , aku tidak menghargai perjuanganmu sebagai ayah.
seandainya ayah mendengarnya, akan kah ayah memaafkan ku ?
aku sangat senang terkadang kau berkata panjang lebar untuk meresponku
tapi sekarang , cukup aku melihat senyum hangatmu
senyum hangat yang melukiskan ketulusanmu
itu sudah membuatku bahagia ayah …
Ayah … Ayah …
aku sangat bangga menyebut namamu berulang-ulang
kau tau kenapa ?
karena aku bangga di lahirkan sebagai anakmu …
aku mencintaimu ayah …
aku sangat bangga menyebut namamu berulang-ulang
kau tau kenapa ?
karena aku bangga di lahirkan sebagai anakmu …
aku mencintaimu ayah …
Min Rin menundukkan kepalanya semua terasa berat di
bibirnya, dia hanya menatap Appanya yang tak kunjung bangun . Min Rin pun
mengeratkan tangan Appa-nya sangat dingin dia pun menoleh kea rah monitor
dengan garis hijau di dalamnya. Dia sedikit membulatkan matanya dan menatap
Appa-nya serta monitor itu berulang kali. Appa-nya sama seperti tadi, masih
dengan senyum hangatnya tetapi monitor itu tetap menunjukkan garis lurus. “
andwae, andwae “ terdengar gumaman kecil dari bibir Min Rin
BRAAAAK
Pintu rawat pasien di dobrak oleh dokter dan suster,
sedangkan Donghae segera menarik tangan Min Rin dan mendekapnya . tak ada yang
terucap dari bibir yeoja itu yang ada hanyalah isakan .
“ mengapa Umma
meninggalkan aku, Umma aku tidak ingin tinggal bersama Appa. Appa tidak peduli
padaku “ isak Min Rin ketika di pemakaman Umma-nya
“ sudah Appa bilang
jangan pulang malam Min Rin “ terdengar bentakan kasar Appa-nya sedangkan Min
Rin hanya membantahnya “ memangnya kau peduli dengan ku ? “
Semua terjadi begitu
saja kata-kata yang terlontar kasar, sifat yang tak seharusnya di pertunjukkan
pada ayahnya sendiri. Min Rin tidak menyadari betapa Appa-nya menyayanginya,
Appa-nya hanya sedikit berbeda dengan yang lain, dia tidak menunjukkan
terang-terangan kepada anaknya, dia hanya ingin tau bahwa Appa-nya tulus
mencintainya.
“ aku bangga menjadi
anak Appa “ kata-kata itu terlontar begitu saja dari bibir Min Rin—dia mulai
menyayang Appa-nya ani mencintainya.
Tapi ketika takdir
Tuhan datang, merenggut semuanya . yang dilakukan kita hanyalah diam dan
merelakannya semua. Itu memang sudah takdir yang di buat Tuhan sebelum kita
tercipta bukan ?
***
Yeoja itu pun menatap kedua nisan Appanya dengan tatapan
kosong, tapi yeoja itu mencoba tersenyum. dia tau Appa dan Umma-nya tak ingin
anaknya terlalu larut dalam kesedihan dia harus bangkit dan tetap menjalani
hidupnya .
“ Min Rin-ah “ yeoja yang di panggil Min Rin pun menoleh dan
tersenyum mendapati seorang Ahjumma menyapanya. Ahjumma itu pun tersenyum dan
menarik tangan Min Rin ke sebuah taman.
“ suster “ panggil Min Rin menoleh kea rah Ahjumma itu.
ahjumma itu hanya tersenyum “ jangan memanggilku suster panggil saja Ahjumma “
Min Rin hanya tersenyum setidaknya dia mempunyai seorang
teman—seorang suster yang merawat Appa-nya ketika kecelakaan mobil waktu itu
setelah namja itu pergi meninggalkannya.
“ kau kenapa? “ tanya Ahjumma memandangi Min Rin dengan
pandangan bertanya-tanya , Min Rin pun tersenyum bibirnya mulai bergerak
mengucapkan sesuatu “ temanku pergi setelah Appa pergi, padahal dia sudah
membantuku banyak “ Min Rin pun menghembuskan nafas panjangnya dan memejamkan
matanya mengingat hari-hari yang di lalui namja itu “ namanya Donghae, Lee
Donghae “ lanjut Min Rin, ahjumma itu membulatkan matanya heran seketika
pandangannya redup mendengar nama itu.
“ aku kenal dengan seseorang bernama Lee Donghae ketika
dulu, dia sangat menyayangi ayahnya dan bahkan dia sangat terpukul saat ayahnya
meninggal itu saat ketika dia debut dengan suatu boyband bernama Super Junior .
tapi sayangnya dia sudah tiada sejak tiga tahun yang lalu “ jelas Ahjumma itu
merogoh tasnya mencari-cari sesuatu.
“ ini fotonya “ Ahjumma itu pun menyerahkan foto ketiga
belas namja kepada Min Rin dengan senyum yang menawan , tapi sorot mata Min Rin
hanya tertuju pada satu orang—satu orang yang tak asing untuknya.
“ Donghae “ gumam Min Rin sedikit tidak percaya, Ahjumma pun
mengangguk dan menunjuk foto seseorang yang bernama Donghae member Super
Junior—ani ini Donghae yang ku kenal namja yang selalu tersenyum dan menghangatkan
Min Rin seketika .
Min Rin berpikir keras, dan kini pandangannya meredup, dia
baru menyadari semua ini. Dan lagi-lagi Min Rin terlau bodoh untuk menyadari
semuanya . ketika Donghae bersamanya di supermarket ketika sedang makan bersama
Appanya dan Appa sama sekali tidak menanyakan Donghae yang jelas-jelas ada di
dekat mereka. Dia pun meminta izin kepada Ahjumma itu untuk pergi. Dia segera
berlari ke toko bunga dan membeli sekuntum bunga lili putih dia terus berlari
dengan kencang tak peduli banyak bunga yang berjatuhan sepanjang dia berlari.
Dia menatap mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut
pemakaman ini, disini ketika Min Rin dan Donghae bertemu dia pun menyusuri
pemakaman itu dan pandangannya terpaku oleh satu nisan . dia berjongkok dan
mengelus nisan yang bertuliskan ‘ Lee Donghae ‘
Dia pun menerawang ke arah “ terimakasih Tuhan karena kau
telah mengirimnya membuatku sadar akan segala kesalahanku “ gumam Min Rin
sambil menaruh bunga lili putih di depan nisannya.
“ Donghae-ya terimakasih telah menyadarkanku . bodohnya aku
tidak menyadarinya selama ini. Kau tau aku memang lamban berpikir kan ? “ canda
Min Rin tapi dia tau tak ada lagi yang membalas ejekannya lagi—Donghae sudah
tak bisa membalas ejekannya lagi.
Angin sore di Kota Seoul berhembus pelan, menyapu pelan
wajah lelah Min Rin . dia pun memejamkan matanya menikmati dan mengikuti alur
pikirannya yang membawanya entah kemana
Flashback
“ aku akan pergi “
gumam Donghae menatapku dengan senyum manisnya, Min Rin hanya diam mencari
kebohongan di dalam mata Donghae.
“ katakanlah sesuatu
sebelum aku pergi Min Rin-shi “ pinta Donghae, lagi-lagi Min Rin terdiam
bagaimana bisa dia membiarkan teman satu-satunya pergi, sementara baru saja
Tuhan mengambil Appa-nya untuk selamanya.
“ aku tidak mau “
desis Min Rin, pelupuknya mulai basah kembali dengan air mata, “ tutup matamu “
pinta Donghae, tanpa ragu Min Rin pun menutup matanya .
Donghae tersenyum yeoja
itu tertidur oleh perbuatan Donghae, dan menyandarkan Min Rin di punggungnya—berjalan menelusuri jalan menuju rumah Min
Rin, Donghae berharap dia takkan pernah sampai di rumah Min Rin tapi pikirannya
kembali menahan segala egonya .
Donghae membaringkan
Min Rin di ranjang dan menyelimutinya, memandang perlahan wajah polos Min Rin yang
sedang terjaga . “ Donghae-ya gomawo “
DEG
Jantung Donghae
berdetak tidak beraturan mendengar racauan Min Rin . dia pun merapikan rambut
Min Rin yang berantakan dan mencium keningnya sekilas. “ selamat tinggal “
terdengar halus sangat halus sampai membuat pertahanannya hancur. Dia pun
meninggalkan Min Rin sendiri .
Flashback end
Min Rin menghembuskan nafas panjangnya dan kembali membuka
matanya, senyumnya dan dekapannya membuatnya hangat, dia tau dia tidak boleh
egois. Sudah baik walau hanya 3 hari Donghae mengisi hari-harinya.
“ Jangan ragu, jangan
khawatir aku akan selalu di sampingmu selama kau masih membutuhkanku “
kata-kata itu lagi-lagi muncul di benaknya bagaimana Donghae memberinya
kekuatan lebih, bibirnya bergerak mengukir sebuah senyuman
“ terimakasih sudah membantuku, aku sudah
merelakanmu sekarang “ gumam Min Rin meninggalkan pemakaman itu.
Min Rin sama sekali tidak menyadari Donghae ada di
sebelahnya mengikutinya setiap hari, hanya Min Rin tak menyadarinya. “
maafkan aku tak bisa membantumu lagi, tugasku sudah selesai “ gumam Donghae
menatap punggung Min Rin yang makin jauh dan menghilang. Donghae pun pergi ke
dunia yang lain, dunia yang jauh di sana tanpa manusia ketahui. Donghae
berharap dengan menghilangnya dirinya, dia dapat menghapus semua yang tak dapat
di katakannya kepada seorang yeoja yang di cintainya “ saranghae Min Rin-ah … “
“ aku lebih baik
melihat mu tersenyum daripada merespon ku dengan kata-kata yang panjang lebar.
Karena ketika kau tersenyum kau menunjukkan semua rasa cinta yang tak
terkatakan, senyummu menandakan ketulusanmu yang tak terhingga. Aku sadar tak
ada yang lebih berarti dari hidup ini selain ‘ ketulusan mencintai seseorang ‘
“
END
Maaf kalo tidak
memuaskan … ini hanya sekedar curhatan hatiku. Untuk appa mianhae ngga bisa
memberimu apa-apa tapi seperti yang ku katakana tadi, aku hanya bisa memberikan
ketulusan mencintaimu padamu Appa …. Saranghaeyo appa … gomawoo yg uda baca …
kamsha ~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar